“Hai, Cantik!”
Sapaan dari seorang cowok yang berdiri di ambang pintu ruang kuliah yang lcbar scraya mcnyilangkan kaki, membuat mahasiswi semester tiga iru sontak melebarkan senyum. “Kamu udah kclar kuliahnya, Vcr?" tanyanya pada cowok yang menjadi pacarnya selama sebulan terakhir.
“Baru aja," sahut Verdi. “Udah mau pulang?"
“Yup." Siahna membenahi letak (as ranselnya sebelum mclangkah mcnuju pintu.
“Masih siang, Iho. Masa udah mau pulang, sih?" Verdi menunjuk kc arlojinya. “Makan dulu, yuk? Aku lapar, nih.”
Siahna tidak membutuhkan waktu untuk membuat kcputusan. Dia langsung mcngangguk, setuju dengan usul pacarnya. “Mau makan apa?”
“Ntar dch, dipikirin sambil jalan.”
Verdi adalah pacar pertama Siahna. Dia sudah tcrtarik pada cowok itu di detik pertama mereka saling menatap. Cowok itu scniornya di Fakultas Ekonomi sckaligus kakak kandung salah satu tcman Siahna di kampus, Litta. Verdi memcnuhi standar scbagai sosok yang disukai gadis-gadis. Menawan, (emu saja. Meski tidak terlalu jangkung-sama tinggi dcngan Siahna yang memiliki tinggi 168 scntimctercowok itu berkulit sawo matang dengan berat proporsional. Mungkin karcna dia aktif bcrenang dan mcngikuti scrumpuk aktivitas yang berkaitan dengan alam. Saar itu, Verdi sudah duduk di semester tujuh.
“Mampir sebentar kc rumahku, ya? Mau naruh paket titipan Papa," kata Verdi, menunjuk kc ranselnya yang