Fani diam saja. Aria yang mulai cerewct terlalu membosankan untuk dihadapi. Namun, dia tetap mengikuti wanita itu yang kini beljalan menuju meja di mana orang tua Aria duduk bersama keluarga yang lain.
“Intinya, cobalah lihat Bim bukan sebagai teman cowok biasa. Lo dan gue sama-sama tahu, dja lebih dari sekadar pantas untuk diperhitungkan. Paling enggak, kalian berdua udah kenal lama untuk bisa ngerti karakter sama kehidupan masingmasing.”
Fani masih diam. Saran Aria menjadi penutup perbincangan mereka terkait Kabiru dan keinginannya. Ketika sibuk bercengkerama dengan keluarga Aria, Fani melupakan Kabiru sepenuhnya. Tidak lagi ambil pusing. Namun, satu hal yang tidak disadarinya, bahwa meski saling berjauhan dan sibuk dengan urusan masing-masing, Kabiru terns melarikan matanya kc arah Fani. Menatap wanita itu terang-terangan tanpa takut ketahuan.
“Suka banget, ya, lo ngeremehin saran gue?"
Kabiru mendengar sindiran Nando yang duduk santai di sampingnya, namun tidak mau repot menoleh apalagi menyahut.
“Lo biasanya emang Iebih pinter dibanding gue. Tapi untuk urusan beginian, lo (010] nggak tertolong, Bi," lanjut Nando dengan tatapan meremehkan.“Disuruh slow down, malah langsung dilembak. Ya, langsung mati di tengah jalanlah!"
Kabiru berdecak pelan. “Ribet nunggu-nunggu."
Nando menggelengkan kepala, tampak putus asa dan juga geli. “Wanita yang Io pengin ini, tipe yang lebih memilih keluar dari rumah dibanding manut dipaksa ini-itu sama bokapnya. Lo pikir bisa minta sesuatu dengan seenaknya sama dia, tanpa usaha dan penjelasan? Cari jalan buntu itu namanya."
Kabiru tidak menyahut. Dia malah kembali melarikan matanya ke arah Fani yang tampak menciumi pipi Yori dengan gemas.
“Gimanapun caranya, lo hams bisa jadi sama dia,” ucap Nando penuh tekad, ikut menatap Fani yang sibuk menggoda Yori bersama Aria.
“Kok, jadi lo yang semangat?’ Kabiru melirik malas kepada Nando.
Nando tenawa. ‘Seperti yang gue bilang kemarin, temyata lo sama Fani memang beneran kelihatan cocok banget. Serasi dan