eksotis. Dalam usia lima puluhan, lelaki itu masih tampan,
dengan rambut kelabu berhias uban, kumis yang dipotong
rapi, dan mata cokelat yang berbinar setiap kali menceritakan
cucu-cucunya.
"Anda tak bisa mengetahui dari logatnya?" Joaquin menge-
dipkan sebelah mata pada Natalie.
Natalie mengabaikan Joaquin, menolak untuk menyambar
umpan itu. "Ya, Sir, saya lahir di sana dan tumbuh di Garden
District." Karena itulah dia tidak memiliki logat New Orleans,
tak peduli apa pendapat para koleganya. "Saya meninggalkan
Louisiana bertahun-tahun lalu dan tinggal di Denver sekarang."
Dia berharap Sr. Marquez tidak membahasnya lagi, tetapi
hampir bisa dipastikan itu tak akan terjadi. Setiap New Orleans
disebut, orang-orang pasti bertanya tentang badai itu. Karena
para jurnalis jauh lebih penasaran daripada orang kebanyakan,
Natalie menduga pertanyaan berikutnya tidak bisa dihindari
lagi.
"Anda tinggal di sana saat Badai Katrina?"
Natalie memandang ke luar jendela, membiarkan kata-kata
itu datang tanpa berpikir dan tanpa emosi, bagaikan kalimat itu
tidak berarti baginya. "Ya, Sir. Itu masa yang mengerikan bagi
kami semua. Saya pindah ke Denver setelah itu."
Dia tidak menyebut-nyebut di mana dia berada saat badai
atau apa yang terjadi padanya atau pada tunangannya, Beau,
dan
orangtuanya
setelah peristiwa itu.
"Lo siento. Saya ikut prihatin, Miss Benoit."
"No le gusta hablar de eso," Joae
Natalie tidak terlalu menguasai bahasa Spanyol, tetapi dia
cukup memahaminya. Dan Joaquin benar. Dia tidak senang
membicarakan itu. Sebagian alasannya meninggalkan New
berkata pelan.