Friday, September 4, 2020
jantung.
"Selamat pagi, Dokter ..," sapa pasien-yang kutahu dari
papan nama tempat tidurnya bernama Pak Rudi-dengan wa-
jah agak sungkan. "Maaf mengganggu. Boleh minta tolong di-
panggilkan perawat?"
"Para perawat masih beristirahat, Pak Rudi. Ada
yang
bisa
saya bantu?" tanyaku.
Selama dua tahun menjalani masa koas, aku diajarkan untuk
mandiri dan tidak sebentar-sebentar meminta tolong perawat.
Untuk tindakan sederhana seperti mengatasi infus macet atau
mengambil darah, aku harus bisa mengerjakan sendiri.
"Saya
ehmmm, ingin buang air kecil, Dok. Saya minta
...
tolong diambilkan pispot .." Pak Rudi berkata salah tingkah
dengan wajah memerah.
"Baiklah. Sebentar
saya
ambilkan," kataku tenang.
Bagiku itu bukan masalah. Dulu ketika aku masih koas, se-
orang perawat senior mengajariku berbagai keterampilan yang
tampak remeh, tetapi bermanfaat. Aku menjadi tahu cara me-
rawat luka yang sudah membusuk pada pasien diabetes atau
mengganti diaper dewasa.
Aku
pun
semakin
paham bahwa semua pasien rumah sakit
layak diperlakukan sebagai kerabat. Jadi, kami tidak mengang-
gap apa yang kami lakukan untuk mereka sebagai beban.
Aku mengenakan handscoon?, mengambil pispot dari kamar
mandi pasien, lalu memberikannya kepada Pak Rudi dan menu-