Tuesday, April 7, 2020
Pada bulan April. tahun 2013, didasari nestapa, V saya bersama dua orang sahabat melakukan sebuah petjalanan mcnyusun' Indonesia. Awalnya, talc terpikir untuk berbagi cerita perjalanan kami. Tapi beberapa bulan kemudian, tatkala masih dalam petjalanan. saya baru bcrpikir yang sebaliknya. Alangkah mubazimya jika kisah kami bertiga, beserta keanekaragaman budaya dan pola pikir yang kami temui, hanya disimpan sebagai kenangan semata. Saya pun mulai mencatat, bukan hanya tentang kcindahhn yang saya lihat, tapi juga tentang pengalaman dan kegelisahan yang kami hadapi selama di perjalanan.
Di penghujung 2013, seberes berkelana, saya mulai mengonversi catatan perjalanan saya menjadi sebuah naskah yang saya masih sangat mentah, Arah Langkah tak
kunjung menemukan “tempat tuiuannya”. Batu empat
tahun kemudian, pada tahun 2017, saya dan Juliagar (editor dari penerbit mediakita) bekerja bersama membongkar dan merapikan kembali naskah im'.
Dalam penggarépan naskah ini, saya menemuj banyak kesulitan. Bagaimana tidak? Mengingat kembali setiap dialog serta' menggambarkan ulang kondisi lingkungan pada saat itu, bukanlah hal yang mudah. Apalagi, dalam waktu empat tahun, banyak ha] yang sudah berubah di negeri ini, entah dari sisi sosial, ekonomi, juga pembangunan. Namun, sebisa mungkin saya membuat buku ini faktual, sesuai dengan keadaan pada tahun 2013, kendati ada beberapa nama yang hams saya ubah dan tidak semua ha] bisa saya perinci.
Arah Langkah ini bukan hanya sekadar tentang perjalanan saya, tapi juga tentang keindahan negeri ini, yang saya tangkap lewat mata dan abadikan lewat foto dan tulisan, dan temyata meskipun diwarnai perbedaan, cinta dan persahabatan bisa djtemukan di mana pun.
Akhjr kata, saya ucapkan “terima kasih” kepada para sahabat yang telah membantu saya di sepanjang perjalanan, juga kepada para pembaca yang sudah meluangkan waktu untuk turut merasakan suka-duka pengalaman saya menyusuri Indonesia