“Susah mana sama perjuangan aku dapatin kamu dulu, hm? Kamu ingat gimana aku ngeyakinin kamu dengan modal nekat dan nggak tahu malu? Dua puluh tiga kali kamu nolak aku. Tapi, aku nggak nyerah, kan?”
Nessa hanya memutar bola matanya karena jengah. Inilah ciri khas Restu yang selalu saja mengalihkan pembicaraan.
“Restu, aku udah capek ngomong sama kamu," desah Nessa.
Restu melangkah mendekati Nessa. Telapak tangannya menepuk dada kirinya beberapa kali.
“Gue siap jadi sandaran kalau kamu capek. Mau sandaran?” tawar Restu lembut. Restu memang selalu berbicara lembut jika dengan Nessa. Berbeda dengan Nessa kepadanya yang selalu membentak.
“Restu Sayang, bajunya dikancing dulu. Terus seragamnya masukin ke celana biar rapi. Itu dasi bukan ikat kepala. Pakai yang bener bisa, kan?" Nessa mengeluarkan jurus andalannya. Panggilan sayang darinya adalah senjata ampuh untuk membuat Restu tunduk.
“Oke,” sahut Restu begitu setaya mengusap puncak kepala Nessa.
Nessa tersenyum saat Restu bergerak cepat memasang kancing seragamnya.
“Kalian kancing seragamnya! Jangan lupa masukin seragam ke celana. Itu dasinya jangan buat ikat kepala. Kalian hams disiplin. Nurut sama pacamya ketua OSIS!" ujar Restu kepada dua temannya.
Nessa terkekeh pelan melihat cara Restu mengatur dua temannya.
"Sini dasinya aku bantu pakein," ujar Nessa seraya mengambil dasi di tangan Restu.
“Makasih untuk kesekian kalinya," bisik Restu, lalu membungkuk agar
Nessa mudah memakaikan dasi di sela kerah seragamnya. “Dham! Mau kayak gitu juga, dipakein," celetuk Wisnu seraya menyodorkan dasi ke arah Adham.